Harta atau kekayaan sering kali dijadikan
ukuran kesuksesan seseorang. Orang kaya mempunyai harta banyak, disebut orang
yang sukses. Sebaliknya orang miskin hanya mempunyai harta sedikit, disebut
orang yang gagal. Memang tidak salah kalau sukses hanya dikaitkan dengan upaya
pengumpulan harta.
Tapi sebenarnya baik orang kaya maupun
orang miskin sama-sama mempunyai masalah dengan hartanya. Orang kaya, sepanjang
hidupnya bekerja untuk mengumpulkan harta. Ketika hartanya sudah mulai
terkumpul, dia harus mengelola dan mengamankan harta itu.
Pengelolaan yang terbaik adalah membagi
harta itu. Pertama tentu saja untuk keperluan hidup keluarga; biaya hidup,
pendidikan dll. Biaya hidup disini adalah yang benar-benar untuk hidupnya.
Keperluan rumah, keperluan makan, keperluan transportasi dan kesehatan
seperlunya. Seperlunya, bukan untuk keperluan sampai tujuh keturunan. Misalkan
walaupun mempunyai lima buah mobil, yang digunakan tentu hanya satu. Walaupun
mempunyai enam rumah yang ditempati hanya satu.
Kedua menyerahkan kepada yang berhak atas
harta itu, berupa zakat. Zakat fitrah umumnya jarang terlewatkan. Tapi zakat
mall yang hanya 2,5 % dari kekayaan, masih sering belum terlaksana.
Yang ketiga membelanjakan di jalan Allah. Bagian yang ketiga inilah
saebenarnya harta yang kekal. Harta yang benar-benar dimiliki, yang akan terus dibawa mati.
Orang kaya selalu khawatir dengan
hartanya. Dia selalu berpikir untuk menyelamatkan hartanya, jangan sampai
hilang karena dicuri atau terbakar. Ketika meninggal tidak ada harta yang
dibawa. Mobil, rumah, perusahaan, investasi semua ditinggal, menjadi bagian
ahli warisnya. Kecuali harta yang telah dibelanjakan di jalan Allah
Dari sini sudah tampak. Usahanya bekerja
untuk mengumpulkan harta hanya sia-sia, kalau harta yang terkumpul tidak
dikelola dengan baik.
Puncak permasalah adalah pada hari
perhitungan nanti. Orang kaya harus bertanggungjawab atas hartanya. “Dari mana
dan untuk apa hartamu.” Inilah pertanyaan yang akan didengar nanti.
Bagaimana dengan orang miskin? Masalah yang dihadapi oleh orang miskin tidak sedikit. Dia tidak mampu menyantuni anak yatim. Tidak mampu berpartisipasi dalam pembangunan tempat ibadah. Bahkan tidak mampu melaksanakan rukun Islam yang ke lima. Karena harta yang dimiliki memang tidak banyak. Akhirnya, yang harus dipertanggungjawabkan juga tidak banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar