Beberapa hari yang lalu, tepatnya Selasa 21
April. Bangsa Indonesia memperingati lahirnya Pelopor Emansipasi Perempuan. RA
Kartini.
Hampir semua sekolah di kota Surabaya
tidak mau ketinggalan ikut memperingatinya. Umumnya bentuk peringatan
diwujudkan dengan mengenakan pakaian daerah. Banyak sekolah yang mewajibkan
siswanya mengenakan busana daerah. Beberapa sekolah bahkan mengadakan lomba
fashion, bagi siswanya.
Pagi hari siswa mengikuti upacara bendera
dalam rangka peringatan Hari Kartini, kemudian dilanjutkan dengan lomba.
Praktis satu hari penuh pelajaran akan tidak terlaksana. Padahal akhir-akhir
ini pelajaran sering terganggu (di SMP, pelaksanaan ujian praktek, try out UN
sering megganggu proses belajar kelas VII dan VIII. Demikian juga di SMA).
Siswa yang mengenakan busana daerah, apalagi lomba
fashion ini akan menambah pengeluaran orang tua. Siswa harus membeli atau
minimal meyewa pakaian, beberapa siswa yang ikut lomba fashion harus datang ke
salon. Transportasi untuk datang ke sekolah juga harus disesuaikan.Ternyata
banyak kerugian yang ditimbulkan oleh peringtan Hari Kartini yang konvensional
ini.
Bukan saya tidak setuju dengan peringatan
ini. Saya sangat mendukung. Dengan peringatan ini, minimal kita akan ingat
bahwa ada perempuan Indonesia yang memperjuangkan emansipasi wanita. Akan lebih
bijaksana apabila bentuk peringatannya tetap dalam koridor pendidikan dan tanpa
menimbulkan banyak kerugian. Misalnya diadakan diskusi panel atau mengarang
dengan tema “Emansipasi Wanita” atau “Peran Wanita dalam Pembangunan” dan
lain-lain.